Aku mau cerita soal musim, tapi bukan soal siklus semi-panas-gugur-dingin atau penghujan-kemarau atau rambutan dan durian. Soal-soal yang hanya berbeda tahapnya saja, tapi rasanya sama: berganti dan berulang itu-itu saja.Tidak bisa diubah, tapi berlahan-lahan berbeda. Bersama dengan cuaca yang makin sulit diterka, hujan bulan Juni tidak bisa menjadi penanda musim penghujan lagi.
Pada musim-musim yang terus berganti, datang dan pergi, tersisa kisah-kisah yang ditulis dalam kenangan. Namun ternyata, sebuah kisah bisa menjadi musimnya sendiri. Ini yang mau aku ceritakan.
Musim dalam pandangan lebih besar dan universal bisa diartikan dengan "sesuatu yang berulang dalam periode waktu tertentu." Mungkin overthinking setiap malam, memikirkan entah apa saja sampai membuat insomnia, bisa disebut sebagai musim juga: sesuatu, berulang, tiap malam.
Kalau mau memaksa konsep musim ini, ada banyak hal, barangkali, yang diharapkan bisa menjadi musim. Hal-hal yang amat sangat dipahami, tidak mungkin bisa berulang, seperti ... waktu dan penyesalan.
Musim hanya berulang, sedang manusia berkembang. Hal-hal yang berubah tidak bisa menjadi musim, karena perubahan itulah aktor dalam sebuah musim. Kalau saja masa anak-anak itu menjadi musim, aku mau besok mengulangnya lagi. Akan aku nantikan menemani mama belanja ke pasar. Akan aku puas-puaskan menangis dan merengek padanya tiap malam, supaya tangannya mengelus-elus kepala, mengantar tidurku lebih nyenyak. Agar terdengar lagi dengungan kidung-kidung yang dilantunkan sambil terkantuk-kantuk. Akan aku nikmati tiap detiknya, berulang-ulang, lagi, takkan bosan.
Kalau saja masa-masa menyenangkan itu bisa dimusimkan. Kalaulah...
Mengandailah terus! Hal-hal menyenangkan itu memang sering terjadi dalam pengandaian, karena mustahil jadi kenyataan~~
Namun inilah kabar gembiranya, aku akan memusimkan hal-hal itu. Bukan soal masa anak-anaknya, melainkan kenangan yang kudapat. Memori-memori yang saling melengkapi dalam keping-keping puzzle yang membentuk aku saat ini. Perasaan senang akan selalu sama, baik diperoleh dari nyanyian bunda atau meraih juara. Perasaan sedih masih tetap sama: sedikit nyeri dan basah di mata, baik dibentak ayah atau ditinggal dia. Perasaan kecewa juga sama: tetap menyesakkan di dada, baik ditinggal mama ke pasar atau ekspektasi yang layu ditampar kenyataan.
Perasaan-perasan yang telah terbiasa datang dan pergi, berulang dalam rentang waktu tertentu: inilah musim yang mau aku ceritakan.
Sebagai manusia yang terus berkembang, selaksa rasa-rasa yang berbeda adalah musim-musim yang harus dilewati. Memahami marah yang meledak-ledak atau takut yang menciutkan keberanian adalah resep-resep dalam membuat siklus musim yang menyenangkan.
Dalam musim dingin, ada baju-baju hangat dan salju yang menawan. Pada musim semi, ada masa-masa piknik dan mandi cahaya matahari yang menghangatkan. Musim panas terbentang libur panjang. Atau rasa nyaman di rumah saat musim gugur. Ada banyak hal menyenangkan pada setiap musim yang berulang. Begitupula musim di dalam tubuh manusia, ada banyak rasa-rasa yang jika dikombinasikan dengan benar bisa mendatangkan tawa tanpa suara.
Misalnya membuat musim agar saat datang sedih, tidak perlu menangis berlarut-larut atau melewatkan jam makan dan sakit kemudian. Musim saat marah memuncak, tidak perlu membanting barang-barang atau teriak-teriak. Atau musim saat kecewa, tidak harus mengeratkan gigi dan mengundang keinginan bunuh diri.
Belajar dari musim kemarau dan penghujan, marah tidak akan membaik dengan melempar barang-barang dan berteriak, seperti kemarau panjang yang akan mengeringkan tanah meski disiram berulang kali, tapi membaik meski hanya hujan sekali.
Aku juga tidak pandai menangani berbagai perasaan, tapi beberapa pertanyaan telah membantuku membentuk musim yang diinginkan. Cobalah saat musim-musim perasaan tak terkendali datang, tanyakan hal-hal sederhana ini.
Apa yang baru saja terjadi? Mengapa aku begitu marah? Mengapa aku begitu sedih? Mengapa aku begitu kecewa? Mengapa aku begitu tak tahu malu? Mengapa aku begitu malu? Mengapa aku begitu merasa terhina? Mengapa aku ...?
Apa yang membuatku merasakan hal ini? Apa yang baru saja terjadi? Apa yang sudah aku katakan? Apa yang sudah aku lakukan? Apa yang sedang kurasakan?
Bagaimana keadaan sebenarnya? Bagaimana sudut pandangnya? Bagaimana hal ini bisa membuatku amat sedih/marah/kecewa/terhina/malu?
Orang yang sedang ada di tengah konser dangdut, bergoyang ke sana sini, berteriak ini itu, tidak akan bisa sambil mengerjakan soal-soal integral atau diferensial. Kalaupun bisa, itu karena fokus sambil berdiam dan memikirkan, meski terganggu. Jadi fungsi pertanyaan-pertanyaan tadi adalah untuk diam dan memikirkan. Perasaan yang sulit dikendalikan sama seperti soal diferensial di tengah konser dangdut. Mau diselesaikan sambil diam sebentar atau nilai merah minggu depan lantas remedial?
Aku mungkin buruk dalam menyampaikan, jadi cobalah memahaminya dengan sudut pandang sendiri. Semoga ... marahmu tak lagi harus kau benci. Semoga kecewamu tidak lagi membuat tangis, tapi mendewasakan dan menguatkanmu berkali-kali. Semoga ... musim-musim menyenangkan bisa kau buat, meski harus melintas hujan badai atau ombak besar.
Semarang, minggu siang, 23 Februari 2025.
Yayan Deka.