Puisi "Sebuah Pertemuan" karya Yayan Deka menggambarkan kekecewaan seseorang yang menanti dalam ketidakpastian. Ditulis di Semarang pada 4 Juni 2024, puisi ini mengungkapkan perasaan hampa ketika sebuah janji yang diharapkan justru berujung ketiadaan. Melalui diksi yang sederhana namun kuat, Yayan menangkap rasa lelah dan harapan yang mulai pudar.
Puisi: Sebuah Pertemuan
Sebelas derajat jarum panjang ke arah dua belas
Sampai ratusan derajat setelahnya
Aku masih duduk di sini
Menyangga dagu
Kedua tangan memangku
Tak ada pesan yang datang
Entah kau memang lupa
Entah malah sengaja
Aku tak bisa menunggu lebih lama
Karena pertemuan ini …
Tak kunjung memberiku jumpa
Hanya ketidakjelasan
Harapan penuh ketidakpastian
Dengan lenguh pelan
Aku pulang
Semarang, 4 Juni 2024
Yayan Deka
Analisis Puisi
"Sebuah Pertemuan" menyampaikan perasaan kecewa dan kehilangan harapan ketika menunggu seseorang yang tak kunjung hadir.
Bait pertama: Menggunakan perumpamaan waktu—“Sebelas derajat jarum panjang ke arah dua belas”—penulis menggambarkan proses menunggu yang penuh harapan, namun kian lama hanya menyisakan keheningan.
Bait kedua: Dalam kalimat “Entah kau memang lupa, entah malah sengaja,” penulis mengekspresikan kebingungan dan kekecewaan yang muncul karena sikap lawan bicara yang tidak memberi kejelasan.
Bait ketiga: Rasa putus asa semakin terasa ketika “pertemuan ini tak kunjung memberiku jumpa,” menunjukkan betapa harapan mulai hampa. Ketidakpastian dalam "harapan penuh ketidakpastian" menjadi klimaks emosi, hingga akhirnya sang penunggu menyerah dan pulang dalam keheningan.
Refleksi
Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan ketidakpastian dalam hubungan manusia dan bagaimana ketidakjelasan bisa menjadi beban. Adakah momen dalam hidup Anda ketika menunggu menjadi lebih melelahkan daripada melupakan? Puisi ini menjadi cermin tentang seberapa lama kita bersedia menunggu, dan kapan waktu untuk melepaskan.