Merangkai Kata

Mei 19, 2023
kertas notes kosong

Aku ingin merangkai kata, bukan untuk membuatmu terpesona dengan rimanya. Melainkan untuk menyalurkan perasaan yang sulit aku ungkapkan melalui percakapan.

Aku ingin merangkai kata, memilah kata demi kata yang kira-kira sama makna. Yang tidak perlu menimbulkan pertanyaan setelah dibaca. Agar perasaanku sampai tanpa perlu banyak diandai.

Aku ingin merangkai kata, seperti lanskap senja dengan langit merah tembaga, bilah-bilah cahaya jingga, dan angin tipis yang melambaikan daunan. Datang di waktu yang tepat dan memberikan kehangatan.

Aku ingin merangkai kata, bersama dengan desir angin malam dan kegelapan. Bersama bisik nyiur, ombak pantai, dan dinginnya keadaan. Memejam dan membaca isi kepala, lalu menuangkannya dalam kata. Tanpa pertanyaan, tanpa sangkalan, agar kalimat yang terangkai memang perasaanku tanpa suntingan.

Aku ingin merangkai kata, menuliskannya menjadi kalimat, lantas menjadi paragraf. Meski berantakan, perasaanku harus tertata. Bagian demi bagian harus ditimbang, disampaikan bertahap dan perlahan. Tidak perlu memaksa otak untuk menerjemahkan. Biar hati dan perasaan yang langsung berperan.

Aku ingin merangkai kata, menunjukkan dan membacakannya pada dunia. Meski aku tau itu berlebihan. Aku bukan siapa-siapa untuk diperhatikan. Namun sunyi-sepi juga bagian dari dunia. Maka biarlah keheningan mendengar hikmat rangkaian kata yang dibacakan.

Aku ingin merangkai kata, bukan untuk membuatku lebih dikenal. Melainkan untuk meluapkan emosi dan perasaan yang sulit diungkapkan. Aku takut meledak suatu saat. Memendam banyak hal dengan senyuman. Meski terlihat menyenangkan dari luar, di dalam mulai menyesakkan.

Aku ingin merangkai kata, tidak perlu banyak, tidak perlu dibaca, tidak perlu diapa-apakan, dan tidak perlu disimpan. Biar aku lupakan, perasaan-perasaan yang tersegel dalam kata, bersama dengan bagian hati yang sudah dituangkan. Jika suatu saat ditemukan, mungkin aku akan bernostalgia sesaat. Tersenyum tipis mengingat bagian hati yang dikembalikan.

Aku ingin merangkai kata, membuat teka-teki yang berlanjut. Barangkali akan ada seseorang yang menemukan. Aku ingin membuatnya menyusuri perjalanan kata untuk mengumpulkan bagian-bagian hatiku satu demi satu secara perlahan.

Aku ingin merangkai kata, tidak selalu soal penyampaian pikiran atau perasaan. Biar menjadi sekadar rangkaian kata yang dibaca lalu terlupakan. Namun siapa yang bisa menentukan nasib sebuah tulisan? Mungkin hanya akan menjadi ‘bukan apa-apa’ karena tidak ada yang membaca.

Aku ingin merangkai kata, membuatnya menjadi naskah utuh. Menyimpan isi kepala dan perasaan. Mengosongkan ruang kepala dan hatiku. Agar aku tidak perlu jadi pemikir. Agar aku tidak perlu jadi perasa. Agar aku cukup memikirkan dan merasakan apa yang diberikan. Karena pikiran dan perasaanku hanya membuat pengekangan jika tetap di tempatnya.

Aku ingin merangkai kata, setelah mengosongkan hati dan kepala. Saat itu, aku mungkin tak lagi bisa menemukan satu katapun di dunia. Barangkali aku hanya akan kelu, diam membatu. Hanya ada kehampaan yang tertinggal. Sendirian dalam kelengangan. Sepi-sunyi tak berkesudahan. Mataku masih melihat. Telingaku masih mendengar. Tangan-kakiku bergerak. Kulit dan lidahku masih merasa. Mulutku bersuara. Namun semua terasa tanpa makna.

Aku ingin merangkai kata, tapi ternyata tidak semudah biasanya. Tidak ada lagi kata yang bisa dikira-kira mewakilkan. Barangkali memang karena tak ada lagi pikiran dan perasaan untuk dituang. Apakah menunggu akan membantu? Seseorang yang akan menemukan bagian-bagian hatiku yang tersegel dalam lampau, apakah benar akan datang?

Aku ingin merangkai kata, mungkin hasilnya abadi. Namun tanpa pembaca, tak berbeda dengan mati. Ternyata, merangkai kata-kata tak selalu bekerja untuk keabadian. Mungkin aku lupa bahwa ini hanya dunia fana. Terlalu lancang untuk mengharapkan keabadian.

Maaf telah membawamu menghabiskan waktu. Menyelami laut ketidakjelasan pikiran dan perasaanku.

Salam hangatku selalu,

Yayan Dwi Krisdiantoro

Semarang, 19 Mei 2023.