[Puisi] Jika Hatiku Seluas Semesta

Januari 26, 2024
bumi dari luar angkasa

"Jika Hatiku Seluas Semesta" adalah puisi reflektif karya Yayan Deka yang menyelami kompleksitas emosi dan perjalanan kehidupan. Dalam puisi ini, penulis menggambarkan bagaimana pengalaman dan kenangan membentuk identitas seseorang. Dengan menggunakan metafora alam semesta, penulis menciptakan gambaran yang mendalam tentang semangat, ketidakpastian, dan keinginan untuk mencoba setiap pengalaman hidup.


Puisi: Jika Hatiku Seluas Semesta

Kenanganku adalah sejarah, mencatat peradaban zaman, yang sedikit demi sedikit terlupakan.

Akalku adalah kehidupan, yang terus berjalan beriringan dengan waktu. Melipat hari demi hari, hingga merevolusi bumi mengitari sumber energi dengan gravitasi tinggi. Sudah bermilyar-milyar kali. Meski ternyata pikiranku hanya berotasi. Berputar, itu lagi, itu lagi.

Namun semangatku adalah sumber energi matahari. Bilah cahayanya sanggup menembus berlapis-lapis atmosfer. Gravitasinya mampu menarik planet dan semua benda angkasa mengitarinya. Dan ledakannya bisa menghancurkan alam semesta. Menciptakan lubang hitam yang pekat, dalam, dan menjebak semua hal dalam gulita. Mungkin takkan ada lagi bilah cahaya. Setelah semuanya, yang tersisa hanya hampa.

Barangkali, di sudut hatiku terselip bulan di antara kegelapan. Meski tidak benar benar bercahaya, kadang menunjukkan cerminan yang sesungguhnya. Cahaya putih yang dingin, tipis, dan akan hilang tertutup awan. Namun mempesona jika kau bisa melihatnya.

Jika hatiku seluas semesta, mungkin takkan serapih tata surya. Takkan seteratur revolusi planet-planet, berputar-putar beriringan tanpa tabrakan yang saling menghancurkan. Dan takkan seterang matahari, yang bilah-bilah cahayanya bahkan sampai ke permukaan bumi.

Meski begitu, hatiku masih tetap seluas semesta.

Meski berantakan, semua masih berjalan.

Meski bertabrakan dan tercerai berai, revolusi tak pernah berhenti.

Meski ada begitu banyak keraguan, semesta tak boleh mogok kerja.

Dan meski masih banyak milyaran cerita dari milyaran revolusi bumi, selalu ada banyak kejutan pada alur kehidupan yang berlalu setiap hari.

Mungkin kali ini senang bahagia, lain kali sedih kecewa, atau barangkali letih dan muak pada akhirnya. Namun semua itu layak dicoba. Setidaknya, bisa mengatakan “Aku pernah mencoba merasakannya.”

Jika saja, hatiku seluas semesta.

Dan hanya jika-jika lainnya.


Semarang, 26 Januari 2024

Yayan Deka


Analisis Puisi

Puisi ini menjelajahi tema kenangan, kehidupan, dan keberanian untuk merasakan setiap momen. Dalam bait pertama, penulis menunjukkan bahwa kenangan adalah bagian penting dari identitas, menciptakan "sejarah" yang membentuk diri. Dalam bait kedua, penulis menggunakan metafora revolusi bumi untuk menggambarkan bagaimana pikiran dan kehidupan kita berputar dalam rutinitas sehari-hari.

  • Pikiran dan Rutinitas: Menggunakan gambaran bahwa pikiran hanya berotasi, penulis menyoroti perasaan stagnasi yang sering dialami dalam kehidupan modern. Berputar, itu lagi, itu lagi menggambarkan kebosanan dan keputusasaan yang muncul saat seseorang merasa terjebak dalam pola yang sama.

  • Semangat sebagai Energi: Dalam bait selanjutnya, penulis membandingkan semangat dengan sumber energi matahari, yang memberi kehidupan tetapi juga memiliki kekuatan destruktif. Konsep lubang hitam menciptakan gambaran tentang kehilangan dan kekosongan, menunjukkan bahwa meskipun ada semangat, ketidakpastian dan kegelapan bisa menyelimuti.

  • Kontradiksi Emosi: Penulis menyajikan bulan di antara kegelapan sebagai simbol harapan dan refleksi, meski tidak selalu bersinar terang. Ini mencerminkan bagaimana harapan bisa muncul dari momen-momen paling gelap dalam hidup.

  • Ketidakteraturan dan Keberanian: Dalam bait terakhir, penulis mengakui bahwa meskipun hidup tidak teratur dan penuh keraguan, semesta tetap berfungsi. Revolusi tak pernah berhenti menyoroti bahwa kehidupan terus berlanjut meskipun kita menghadapi tantangan.


Refleksi

Melalui puisi ini, Yayan Deka mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman hidup mereka sendiri, memahami bahwa setiap momen—baik suka maupun duka—layak dicoba. Dengan ungkapan, "Setidaknya, bisa mengatakan 'Aku pernah mencoba merasakannya,'" penulis menekankan pentingnya merasakan hidup secara penuh, meskipun hasilnya tidak selalu sempurna.

Puisi ini menciptakan ruang bagi pembaca untuk merenungkan perjalanan mereka, sambil memahami bahwa keberanian untuk merasakan adalah inti dari kehidupan yang bermakna.