Jika Hatiku Seluas Semesta

Januari 26, 2024
bumi dari luar angkasa

Kenanganku adalah sejarah, mencatat peradaban zaman, yang sedikit demi sedikit terlupakan.

Akalku adalah kehidupan, yang terus berjalan beriringan dengan waktu. Melipat hari demi hari, hingga merevolusi bumi mengitari sumber energi dengan gravitasi tinggi. Sudah bermilyar-milyar kali. Meski ternyata pikiranku hanya berotasi. Berputar, itu lagi, itu lagi.

Namun semangatku adalah sumber energi matahari. Bilah cahayanya sanggup menembus berlapis-lapis atmosfer. Gravitasinya mampu menarik planet dan semua benda angkasa mengitarinya. Dan ledakannya bisa menghancurkan alam semesta. Menciptakan lubang hitam yang pekat, dalam, dan menjebak semua hal dalam gulita. Mungkin takkan ada lagi bilah cahaya. Setelah semuanya, yang tersisa hanya hampa.

Barangkali, di sudut hatiku terselip bulan di antara kegelapan. Meski tidak benar benar bercahaya, kadang menunjukkan cerminan yang sesungguhnya. Cahaya putih yang dingin, tipis, dan akan hilang tertutup awan. Namun mempesona jika kau bisa melihatnya.

Jika hatiku seluas semesta, mungkin takkan serapih tata surya. Takkan seteratur revolusi planet-planet, berputar-putar beriringan tanpa tabrakan yang saling menghancurkan. Dan takkan seterang matahari, yang bilah-bilah cahayanya bahkan sampai ke permukaan bumi.

Meski begitu, hatiku masih tetap seluas semesta.

Meski berantakan, semua masih berjalan.

Meski bertabrakan dan tercerai berai, revolusi tak pernah berhenti.

Meski ada begitu banyak keraguan, semesta tak boleh mogok kerja.

Dan meski masih banyak milyaran cerita dari milyaran revolusi bumi, selalu ada banyak kejutan pada alur kehidupan yang berlalu setiap hari.

Mungkin kali ini senang bahagia, lain kali sedih kecewa, atau barangkali letih dan muak pada akhirnya. Namun semua itu layak dicoba. Setidaknya, bisa mengatakan “Aku pernah mencoba merasakannya.”

Jika saja, hatiku seluas semesta.

Dan hanya jika-jika lainnya.


Semarang, 26 Januari 2024

Yayan Deka