[Puisi] Ingin Menangis

Juni 05, 2024


air terjun

"Ingin Menangis" adalah puisi yang menggambarkan keinginan untuk melepaskan emosi yang telah lama tertahan. Ditulis oleh Yayan Deka di Semarang pada 5 Juni 2024, puisi ini menggunakan berbagai metafora untuk menyampaikan betapa kuatnya dorongan emosional dalam diri penulis. Di dalamnya, penulis mencoba merangkai kata untuk menggambarkan kesedihan, kelelahan, dan tekanan batin yang akhirnya membuatnya ingin menangis sebanyak-banyaknya, menguras semua air mata yang ada.


Puisi: Ingin Menangis

Aku ingin menangis selepasnya

Melebihi deras bah bendungan

yang hancur sebab hujan panjang

Aku ingin menangis sepuasnya

Melebihi lelah anak enam tahunan

yang bermain sehari semalam

Aku ingin menangis sekerasnya

Melebihi letusan gunung raksasa

yang terdahsyat yang pernah ada

Aku ingin menangis

Melebihi semua keadaan di dunia

yang memenuhi isi kepala

yang mendesak hati dengan selaksa rasa

yang menggetarkan dada

yang perlahan membuat mata berkaca

Aku ingin menangis sebanyak-banyaknya, menguras air mata

Melebihi keringnya gurun, yang airnya hanya fatamorgana

Semarang, 5 Juni 2024

Yayan Deka


Analisis Puisi

Dalam "Ingin Menangis," Yayan Deka menggunakan metafora alam yang kuat untuk menggambarkan intensitas emosional yang ia rasakan. Melalui bahasa yang lugas dan perbandingan yang dramatis, penulis mengkomunikasikan kebutuhan untuk meluapkan emosi yang tampaknya sulit dikendalikan.

  • Bait pertama: Kalimat "Melebihi deras bah bendungan yang hancur sebab hujan panjang" menggambarkan air mata yang meluap seperti air bah setelah bendungan jebol. Di sini, bendungan bisa diartikan sebagai hati yang sudah terlalu penuh dengan beban, sehingga tangis menjadi satu-satunya cara untuk melepaskan tekanan tersebut.

  • Bait kedua: Penulis membandingkan tangisnya dengan "lelah anak enam tahunan yang bermain sehari semalam," mencerminkan kelelahan emosional yang mendalam, layaknya energi yang habis terkuras. Perumpamaan ini menambah dimensi yang unik dan berkesan karena menggambarkan intensitas yang polos namun mendalam, seperti lelahnya anak kecil setelah bermain sepanjang hari.

  • Bait ketiga: Penggunaan frasa "melebihi letusan gunung raksasa" menambah intensitas pada perasaan yang hendak ia luapkan. Gunung yang meletus adalah simbol dari energi yang terpendam, dan di sini penulis menyampaikan bahwa tangisannya tidak hanya sekadar menangis, tetapi adalah ledakan emosi yang sangat besar.

  • Bait terakhir: Perbandingan dengan "keringnya gurun, yang airnya hanya fatamorgana" menggambarkan perasaan keputusasaan yang dalam. Tangisan diibaratkan sebagai upaya untuk menguras semua emosi, hingga tak tersisa apa-apa lagi, seolah berharap bahwa setelahnya akan ada perasaan lega yang nyata, bukan sekadar fatamorgana.

Puisi ini menggunakan kontraposisi antara dunia luar (alam) dan dunia dalam (emosi), yang menjadikan emosi ini lebih terasa nyata dan dekat bagi pembaca.


Refleksi

Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman emosi yang mendalam. Ketika kesedihan atau tekanan batin sudah tak tertahankan, kadang menangis menjadi satu-satunya cara untuk melepaskannya. Bagaimana Anda mengatasi tekanan emosional yang begitu besar? Pernahkah Anda merasakan keinginan untuk menangis dengan intensitas seperti yang tergambar dalam puisi ini?