Daun yang Jatuh 

Mei 10, 2023
dua pasang kaki di antara daun-daun jatuh

Aku melihatnya, dua kelopak daun jatuh.

Sampai detik ke-3, masih terasa indah,

menari-nari dengan alunan bayu.

Aku melihatnya, dengan kedua mataku.

Mencerapnya dengan senyuman cerah,

lalu arahnya jatuh membawaku padamu.

Detik ke-5 aku terpaku.

Detik ke-7 aku melihat senyummu.

Detik ke-9 tak karuan dadaku.

Jantungku berdegub cepat,

melihatmu semakin dekat.

Senyumku menghilang,

tertutup pikiran dan perasaan yang tiba-tiba datang.

“Tu-tunggu sebentar — ”

Plak!

Tanganmu menampar pipi kiriku.

Kutelan ludah.

Kuusap pipi.

Kutegakkan kepala.

Kutatap matanya.

Lagi, kutelan ludah.

“Ma-maaf.”

Kau mencoba menahan tangis,

dengan mata merah, memelototiku.

Aku berkaca atas usahamu menahan air mata.

Namun gagal, kau menangis tersedu.

Memukulkan berkali-kali kepalan tangan.

Tak sakit, tapi menyakitkan untuk disaksikan.

Aku memelukmu dengan kedua tangan.

Kembali aku ucapkan,

“Maaf! Maaf, sungguh maaf!”

Tangis kami menggema.

Angin datang menyapa,

bersama dengan daun-daun yang jatuh.

Kueratkan pelukan.

Ludah kembali kutelan.

Gigi aku geratkan.

Entah sudah berapa lama.

Maaf aku tak pernah datang menyapa.


Halo,

Semoga kau suka. Aku tidak benar-benar bisa menulis puisi. Jadi aku tidak yakin, apakah yang aku tulis benar-benar bisa disebut puisi. Menurutku, penamaan jenis tulisan tak begitu penting selama kau menikmatinya. Karena itu, jangan lupa berikan komentar baik tentang tulisan maupun penulisnya. Katakan jika kau memang menikmati tulisan-tulisan yang sudah aku publikasikan atau sebaliknya.

Aku juga dengan senang hati menerima saran tema atau ide tulisan yang kau inginkan. Aku akan senang jika kau menyampaikan beberapa untuk menjadi tantangan.

Salam hangat,

Yayan Dwi Krisdiantoro