Melihat kilat, mataku memejam seketika
Dua detik berlalu
Tidak terjadi apa-apa
Saat kubuka mata, kilat menyambar pohon kelapa
Menggelegar di antara rintik hujan dan angin
yang bersahutan mengombang-ambing,
dedaunan
Jeritku pecah, “Mamaa …!”
Aku berlari ke dalam kamar
Jendela masih terbuka
Korden berkibar-kibar, mengibaskan basah
Aku meringkuk di dalam selimut
Tanganku menggigil, dadaku berdenyut-denyut
Mataku tak bisa diam
Sama halnya dengan bibirku yang terus bergetar
Aku gigit jempol tangan kanan
Perlahan, kubuka selimut
Basah!
Air bah!
Jeritku menggema lagi
Berkali-kali
Bersahut-sahutan dengan kilat
Ketakutanku menderas
Sederas debit air yang terus meninggi
Namun nada tinggiku makin tak terdengar
Seperti rumahku yang tiba-tiba kandas
Seperti suaraku yang tiba-tiba menghilang
Seperti pandanganku yang seketika buram
Aku tak lagi paham
Apa yang terjadi dan bagaimana jadinya
Yang kulihat hanya lampu kekuningan
Setelah entah seberapa lama aku tenggelam
Ibuku menangis saat mataku mengerjap pelan
Aku menggenggam tangannya yang bergetar
Syukurlah …
Semarang, 12 Februari 2024
Yayan Deka