"Ambigu" adalah puisi yang ditulis oleh Yayan Dwi Krisdiantoro pada 7 September 2023, yang mencerminkan pergulatan batin terhadap ketidakpastian dan ambiguitas dalam kehidupan. Melalui bait-baitnya, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana perasaan dan pemikiran yang tidak jelas dapat mempengaruhi cara kita melihat dunia, serta bagaimana menanggapi situasi yang ambigu sering kali menjadi tantangan tersendiri. Dengan nuansa reflektif, puisi ini merangkum pengalaman manusia yang berhadapan dengan ketidakpastian dan kompleksitas hidup.
Puisi: Ambigu
Yang jika dimaknai gegabah menjadi rasa bersalah.
Yang jika dihilangkan menjadi ketakacuhan.
Yang jika dipikirkan menambah beban.
Yang jika tidak didengar …
mungkin lebih baik begitu.
Hal yang tak jelas tak harus diperjelas.
Hal yang tak terlihat tak harus diperlihatkan.
Hal yang tak terdengar tak harus diperdengarkan.
Ketidakpastian tak seharusnya dijelaskan.
Menganalisis adalah jalan tengah.
Menolak juga bukan hal salah.
Namun menyimpulkan dipastikan menyimpang.
Terlepas benar dan salah.
Hal subjektif selalu bernilai relatif.
Jika diabsolutkan, maka disebut kediktatoran.
Kalau berkuasa, tak jadi soal.
Namun hal terkait kuasa, selalu subjektif.
Hal relatif lain yang tak jelas ukurannya.
Hasilnya keabsolutan relatif lainnya.
Kebenaran tanpa kepastian.
Kesungguhan tanpa jaminan.
Analisis tanpa pembuktian.
Keadaan tanpa pengakhiran.
Ambigu tak berkesudahan.
Ternyata …
ketidakpastianlah yang,
membuat semuanya tetap berjalan,
untuk mencari kepastian,
yang dipastikan takkan ditemukan.
Semarang, 7 September 2023
Yayan Dwi Krisdiantoro
Writer’s notes:
Entahlah, hal tidak jelas lainnya yang saya tuliskan. Jangan terlalu dipikirkan. Terlalu berpikir selalu menambah banyak beban yang tak kelihatan. Tau-tau bertambah berat dan kesulitan.
Analisis Puisi
Puisi "Ambigu" meneliti konsep ketidakpastian dan ambiguitas yang sering mengisi pikiran dan perasaan manusia. Dalam bait pertama, penulis menyoroti bagaimana makna yang terlalu cepat diambil dapat menghasilkan rasa bersalah atau ketakacuhan. Ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi ketidakpastian, reaksi kita terhadap perasaan dan pemikiran sering kali mengarahkan kita pada beban mental yang tidak perlu.
Bait kedua menekankan bahwa ketidakjelasan tidak selalu perlu dijelaskan atau dipertanyakan. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam banyak kasus, lebih baik membiarkan hal-hal tertentu tetap tidak jelas. Dalam hidup yang penuh dengan ambiguitas, kita dihadapkan pada pilihan untuk menganalisis, menolak, atau menyimpulkan—masing-masing dengan risikonya sendiri.
Bait ketiga memberikan pandangan tentang kebenaran dan relativitas. Penulis menunjukkan bahwa ketika sesuatu dipaksakan untuk menjadi absolut, itu bisa mengarah pada kediktatoran—baik dalam pemikiran maupun dalam kekuasaan. Ini menggambarkan tantangan yang muncul ketika kita berusaha mengklasifikasikan pengalaman yang bersifat subjektif dan rumit.
Bait terakhir menegaskan bahwa ketidakpastian adalah bagian integral dari kehidupan, mendorong pembaca untuk menerima ambiguitas sebagai sesuatu yang tidak terhindarkan. Frasa "mencari kepastian, yang dipastikan takkan ditemukan" menegaskan bahwa pencarian ini sering kali hanya menghasilkan lebih banyak ketidakpastian, dan dalam hal ini, ambiguitas menjadi bagian dari perjalanan itu sendiri.
Refleksi
Puisi ini mengajak pembaca untuk mempertimbangkan bagaimana mereka merespons ketidakpastian dalam hidup. Dalam dunia yang semakin kompleks, belajar untuk menerima ambiguitas dan ketidakpastian bisa menjadi sebuah bentuk kekuatan. Mungkin, seperti yang dinyatakan oleh penulis, "terlalu berpikir selalu menambah banyak beban," jadi mungkin kita perlu memberi ruang bagi ketidakjelasan dan membiarkannya ada tanpa terlalu dipikirkan. Ini adalah undangan untuk menjalani hidup dengan kesadaran, tetapi tanpa membiarkan keraguan membebani kita.