[Puisi] Idul Adha

Juni 17, 2024
kambing

Puisi "Idul Adha" karya Yayan Deka membawa pembaca menyelami momen emosional yang mungkin dialami banyak orang saat merayakan Hari Raya Kurban. Puisi ini menggambarkan interaksi singkat dengan hewan-hewan yang akan dikurbankan, sekaligus merefleksikan perasaan yang muncul setelah menyadari nasib mereka. Deka menggunakan perspektif yang unik, berfokus pada pandangan mata dan bisikan hati, yang membuat puisi ini terasa intim sekaligus mendalam. Ditulis di Semarang pada 17 Juni 2024, puisi ini mengajak pembaca untuk memaknai kurban dari sudut pandang emosional dan introspektif.

Puisi: Idul Adha

Kambing di kanan sapi di kiri
Aku melintas di tengah
Tatapan kambing mendapatkan perhatianku
Lenguhan sapi mempercepat langkahku
Entah aku atau mereka
Kita saling perhatian

Mata berkali aku kedip-kedipkan
Lalu melintas, meninggalkan
Ada yang kurang ...
Kambing seperti menyembunyikan suatu hal
Sementara sapi menahan ucapan

Bukan ketakutan atau kesedihan
Bukan pula kemarahan
Bagaimanapun, bahasa kita berbeda
Meski begitu ada rasa yang sampai

Mungkin ...
Mungkin nanti, sepulangnya
Hingga kudapati
Tak lagi ada mereka

Di rumah, sekantung daging merah
tergeletak di atas meja
Aku kelu seketika
Ucapanku terpendam lagi, dalam
Tanpa ada kesempatan diungkapkan

Semarang, 17 Juni 2024
Yayan Deka


Analisis Puisi

Puisi "Idul Adha" menggambarkan perasaan ambivalen tentang perayaan kurban yang sering kali tidak disadari atau diungkapkan oleh banyak orang. Dengan lirik sederhana, puisi ini menggambarkan pertemuan singkat antara manusia dan hewan-hewan kurban sebelum mereka diambil untuk dikurbankan.

  • Bait Pertama: Penulis memperlihatkan kesan simpati dan kedekatan terhadap kambing dan sapi. Tatapan kambing dan lenguhan sapi menyiratkan adanya komunikasi non-verbal, di mana hewan-hewan tersebut tampaknya memahami nasib mereka, meski tanpa kata-kata.

  • Bait Kedua: Di sini, penulis merasakan ada sesuatu yang belum tersampaikan antara dirinya dan hewan-hewan tersebut. Penulis merasa seolah-olah kambing "menyembunyikan suatu hal" dan sapi "menahan ucapan," yang menunjukkan perasaan misteri atau komunikasi yang terhalang antara manusia dan hewan. Dalam konteks Idul Adha, ini bisa diartikan sebagai perasaan empati atau kesadaran akan pentingnya makna pengorbanan.

  • Bait Ketiga: Frasa "Bukan ketakutan atau kesedihan" menggambarkan bahwa hewan-hewan tersebut tampaknya menerima nasib mereka. Namun, sang penulis menyadari adanya perbedaan bahasa yang membuat komunikasi menjadi terbatas, meskipun perasaan antar makhluk tetap bisa tersampaikan. Ini menyoroti bahwa ada makna mendalam yang melampaui kata-kata.

  • Bait Keempat dan Penutup: Setelah kurban terjadi, puisi ini berakhir dengan kesedihan yang tidak terungkapkan, sebagaimana penulis melihat sekantung daging merah di meja. Kekeluan yang dirasakan melambangkan emosi tertahan, perasaan kehilangan, atau bahkan rasa syukur yang tak terkatakan. Puisi ini mengingatkan pembaca akan makna Idul Adha: perayaan yang mengandung elemen pengorbanan, pengampunan, dan introspeksi diri.


Refleksi

Puisi ini menyoroti aspek emosional yang jarang terlihat dalam perayaan Idul Adha. Momen tatapan terakhir antara manusia dan hewan-hewan kurban menyiratkan adanya ikatan yang mengingatkan kita pada hubungan antar makhluk hidup. Bagaimana perasaan Anda ketika melihat hewan-hewan yang dikurbankan setiap tahun? Apakah Anda pernah merasakan kedekatan emosional seperti ini?