[Cerpen] Mendorong Batu ke Atas Bukit

Mei 24, 2024
pria berdiri di atas bukit

Sisyphus berdiri di depan sebongkah batu setinggi dirinya sendiri, menunggu matahari terbit. Saat bilah cahaya pertama jatuh di wajahnya, kedua tangan ditempelkan lurus pada batu. Hari ini, ia akan mulai mendorong batu ke atas bukit.

Langkah pertama ia mendorong dengan tarikan napas panjang. Dorongan berat batu terasa memecah sel-sel mikro pada otot bisepnya. Menjalar ke bagian trisep hingga punggung. Ia membuang napas perlahan.

Langkah selanjutnya ia lakukan perlahan. Batu baru bergeser sekian jengkal, tapi badannya mulai terasa gemetaran. Wajahnya kini memerah kehitaman. Namun mengingat mentari pagi yang cerah memberi semangat, ia mendapatkan energi untuk kembali melangkah.

Langkah demi langkah terus ia usahakan sekuat tenaga. Meski tidak jelas entah apa yang ada di depan. Kadang berat batu terasa tidak seperti mulanya. Barangkali karena otot-ototnya mulai kehabisan tenaga. Atau sel-sel tubuhnya telah rusak semua. Atau ia kehilangan motivasi dan tujuannya.

Lagipula, sejak awal, batu sebesar itu rasanya mustahil untuk didorong sampai puncak bukit. Rasanya sungguh sebuah keajaiban masih ia lanjutkan sampai matahari hampir terbenam. Hari esoknya, ia mungkin takkan bisa bertahan.

Benar saja, malam ini wajahnya tampak pucat. Tubuhnya terus bergetar sejak mulai gelap. Matanya juga semakin berat, sulit sekali menahan kelopak agar tidak menutup. Meski setiap malam, angin dingin membuat tenaga tidak terlalu boros digunakan, tapi respon tubuhnya sebagai manusia biasa tidak bisa membangkang. Rasa lelah dan kantuk seharian tidak bisa diabaikan hanya dengan paksaan dan keinginan hati saja.

Matanya menutup.

Tubuhnya perlahan pindah ke sebelah batu, membaringkan tubuhnya, lantas lelap ke alam mimpi. Membawanya pada mimpi yang terasa nyata, sampai rasanya amat tidak nyata. Ia berhasil mendorong batu sampai ke atas bukit.

Baru saja sampai di atas bukit, ia terbangun. Seketika ia terkesiap. Matanya segera menyadari bahwa yang dialaminya adalah mimpi.

Mimpinya yang sungguh membuatnya bertanya-tanya, apakah akhirnya akan sama saja? Untuk apa sebenarnya ia mendorong batu ke atas bukit? Bersama dengan bilah mentari pagi yang menyinarinya lagi, ia mendorong kembali batu ke atas bukit.

Dari awal, lagi.


Semarang, 24 Mei 2024

Yayan Deka