Jika Kau Menghilang

Juli 17, 2023
punggung pendaki gunung saat berkabut

Aku menatap kosong sebuah draft tulisan. Terpampang beberapa paragraf dengan poin-poin bertanda (-) strip, mungkin sekitar 4 buah. Itu tulisan tangan yang terlihat tua. Aku sangat tidak asing dengan gaya tulisan itu.

Kencan di taman, beli eskrim rasa stroberi, mengobrol tentang gerimis dan hujan dan perasaan.

Ngobrol di tepi pantai, di atas pasir saat malam. Gelap-gelapan dengan obrolan lebih serius tentang hubungan kita. Biar riak ombak dan angin laut menjadi teman.

Rencana pernikahan. Aku mau kita membuat baju pernikahan sendiri, biar berbeda dengan orang lain. Unik dan sederhana. Pokoknya tidak mau sewa!

Kira-kira, kita akan punya anak berapa ya? Ah gila, padahal kita masih dua orang asing biasa.

Tanpa sadar, mataku tengah berbinar, menahan bulir air yang memaksa keluar. Gaya tulisan tanganmu, tak mungkin bisa aku lupakan.

Aku membenarkan posisi dudukku. Mencoba membalik halaman lain buku tua itu. Ada sebuah sketsa rumah dengan pagar di kanan kiri. Di dalam pagar, tepat di samping rumah, ada pohon dengan sebuah ayunan yang menggantung.

Aku menggigit bibir bawah.

Aku ingin rumah kita punya halaman yang dipagari. Agar anak-anak bisa bermain di luar tanpa khawatir main terlalu jauh. Aku juga mau ada ayunan di bawah pohon yang kita biarkan besar. Aku belum tau pohon apa yang cocok, tapi aku mau yang rindang. Nanti di sebelahnya dibuat taman atau kebun sayuran.

Aku menelan ludah.

Rasanya, tanganku tak punya tenaga untuk membalik lembar berikutnya. Padahal, aku baru membacanya dua halaman.

Aku mencoba memejamkan mata, menarik napas panjang, dan mengatur tempo pernapasanku, berharap kembali rileks. Berharap bayang-bayangmu tak bermunculan seperti kilas balik kehidupan menjelang kematian. Tidak bisa. Hal itu benar-benar tak bisa aku kontrol. Tubuhku seolah kehilangan akses otak dan perasaan. Kau telah benar-benar mengambil alih tubuhku. Mengambil semua kekuasaan atas diriku.

Tidak bisakah, malam ini saja, kau datang untuk menyapaku?

Tidak bisakah, malam ini saja, senyummu tidak hanya menjadi kilas balik di kepala? Aku ingin melihat senyumanmu yang nyata. Mendengar tawa kecilmu di telinga. Mencerap air mukamu yang malu-malu.

Tidak bisakah, satu kali ini saja, kau kembali padaku?

Aku menegakkan lagi kepala, menarik napas panjang-panjang. Lembar selanjutnya aku buka.

Jantungku berdetak seolah baru bangun dari mimpi buruk, kencang dan cepat. Malam ini, kau benar-benar telah berhasil mengaduk-aduk pikiran dan perasaanku. Buncah yang kau ciptakan tidak mungkin bisa kembali aku rapikan.

Aku tau, suatu saat kau akan membaca ini. Karenanya, aku menulis seolah-olah sedang bicara denganmu. Namun aku juga tau, jika saatnya kau membaca ini, aku pasti sudah menghilang. Sebenarnya aku ingin meninggalkan lebih banyak catatan, tapi aku takut kau akan berada dalam bahaya. Aku tidak tau jika ini malah mungkin akan menyakitimu. Namun ketahuilah, aku tak bermaksud begitu.

Bolehkah aku jujur untuk terakhir kalinya? Aku takut. Aku tidak mau menghilang begitu saja. Jika aku memintamu untuk mencariku, apakah kau akan mencariku? Apakah kau akan terus mencari sampai bisa menemukanku? Bahkan aku sendiri tidak tau di mana aku saat ini. Maaf, tapi lupakan saja aku dan hiduplah dengan bahagia. Selamat tinggal.

Kau mengucap selamat tinggal begitu mudah, memintaku bahagia. Curang! Kau curang! Kau menghilang begitu saja. Meninggalkan segalanya, tapi tidak dengan isi kepala dan perasaanku, semua berisi dirimu. Bagaimana bisa aku yang seperti ini akan bahagia tanpamu?

Aku membalik halaman selanjutnya.

Namun jika … dan hanya jika kau memang benar-benar ingin mencariku, mungkin ini bisa menjadi sebuah petunjuk. Tanyakanlah pada orang itu, pembuat buku yang saat ini kau baca.

Aku mencoba membalik lagi. Namun kosong. Sisanya hanya ada halaman-halaman kosong lainnya. Satu persatu, aku buka dan cerap lembar demi lembar, sampai pada lembar terakhir. Tidak ada sedikitpun goresan tinta lainnya.

“Kalau begitu, tunggulah aku. Aku akan membawamu kembali padaku.”


~~ untuk dilanjutkan … (kapan-kapan) ~~


Salam hangat,

Yayan Dwi Krisdiantoro

Semarang, 17 Juli 2023. Senin tengah malam.