Cinta itu Bukan Perasaan

Juni 04, 2023
siluet patung dua anak kecil saat senja

Maaf kalau bahasa saya menjadi sedikit klise. Namun benar, saya masih belum paham. Apa itu cinta? Kadang saya membayangkan beberapa hal yang menyenangkan. Namun bayangan itu bukan rasa. Bukan bagaimana. Barangkali itu hanya bayangan yang terbentuk karena pandangan saya terhadap cinta, pasangan hidup, dan pasangan-pasangan di luar sana. Sehingga kalaupun ditanya, saya masih belum tau, apa itu cinta? Apa lagi ditanya rasanya.

Saya seorang lelaki 22 tahun. Teman-teman baik lelaki maupun perempuan, ada yang sudah menikah dan punya anak. Apakah mereka telah menikah dengan orang yang dicintai?

Sejauh ini, saya juga belum pernah menjalin hubungan seperti “pacar” yang membuat saya jadi tidak begitu paham. Bagaimana para pasangan-pasangan itu bisa menentukan bahwa seseorang yang ditemuinya adalah pasangan yang ia cintai?

Tentu saja, pernikahan bukanlah hal sederhana. Karena itu menyangkut pasangan seumur hidup. Janji sakral yang terucap, bukan sekadar terhadap pasangan tetapi keluarga dan semua orang yang menyaksikan. Bahkan diresmikan dengan hukum negara dan agama. Mana mungkin Anda bermain-main dengan itu?

Sebagai seorang lelaki yang sekalipun belum pernah pacaran, saya kadang mendambakan bagaimana rasanya seandaianya ada seorang perempuan yang menjadi pacar saya. Apakah saya akan lebih bahagia? Bagaimana bisa menambahkan satu orang di dalam kehidupan bisa mengubah perasaan begitu drastis? Bukankah cinta begitu ajaib?

Namun dengan siapa? Siapa gerangan perempuan itu? Bagaimana bisa saya mendambakan seseorang yang belum ada? Membayangkan kebahagian dengan orang yang belum saya temukan. Bahkan tidak tau bagaimana saya bisa bertemu dengannya. Atau bagaimana saya sadar dan tau bahwa orang itulah yang selama ini saya cari? Bagaimana bisa?

Cinta memang begitu ajaib. Saya selalu iri dengan teman-teman yang telah menemukan orang yang dicintai. Rela melakukan banyak hal untuk orang itu. Tidak menghitung untung-rugi, lelah, bosan, atau mempertanyakan mengapa harus demikian? Apakah saya juga akan melakukan hal sama jika sudah menemukan perempuan di bayangan saya itu? Atau saya terlalu banyak membayang-bayangkan? Terlalu banyak maunya?

Saya sendiri tidak tau. Jangan mendesak saya!

Sudah saya katakan bahwa saya iri pada mereka. Pada para pasangan itu. Pada diri saya di alam angan yang sudah bertemu dengan cintanya. Baik, saya jujur. Saya lelah. Saya juga ingin merasakannya, tapi bagaimana?

Cinta itu sangat ajaib. Saking ajaibnya, saya jadi tidak percaya diri akan mendapatkannya. Apakah orang seperti saya ini akan bisa menemukan cinta yang begitu ajaib itu? Tolong katakan. Bukan sekadar ‘pasti ada waktunya’ saja. Tapi katakan bagaimana saya bisa menemukan orang itu? Perempuan itu?

Aneh sekali. Bagaimana bisa saya jadi merindukan orang yang belum pernah saya temukan? Apakah cinta saya sebenarnya sudah tumbuh? Namun tidak memiliki tempat untuk menanam. Jika itu anda, tolong mendekatlah. Datang pada saya. Berikan tanda, bahwa andalah orang yang saya tunggu.

Jangan bilang, sudah sejauh ini, anda juga merasakan apa yang sedang saya rasakan? Lalu bagaimana kita akan saling kenal? Bagaimana kita akan menjadi pasangan?

Astaga! Apa yang sebenarnya saya pikirkan? Apakah pantas mabuk cinta seperti ini sementara cinta saja tidak pernah tau rasa dan bentuknya? Semakin aneh saja. Ah, bukan, tapi ajaib. Benar. Cinta memang begitu ajaib.

Apakah cinta benar-benar memerlukan objek? Bukankah hal-hal ajaib selalu sulit diterima dengan akal? Karena hal-hal ajaib sulit dijelaskan, sulit dimengerti mengapa demikian, makanya disebut ajaib. Jadi, cinta yang begitu ajaib, apakah mungkin dirasakan jika tak ada objeknya?

Tolong jawab saja tidak. Karena saya akan semakin bingung.

Atau jangan-jangan cinta hanya sebuah kebiasaan? Bukan perasaan. Bukan tentang bagaimana dada berdetak lebih kencang saat berbincang-bincang. Bukan tentang rasa bahagia kalau sedang bersama dengannya. Bukan tentang dia dan segala hal tentangnya. Namun hanya kebiasaan anda untuk melakukan banyak hal dengannya. Yang lama-lama menimbulkan kenyamanan. Kalau begitu, istilah Jawa ‘tresna jalaran saka kulina’ menjadi benar? Karena cinta bukan perasaan, tapi kebiasaan.

Maka pembahasan saya menjadi salah? Bahwa seharusnya saya tidak mempermasalah rasa cinta dan orang yang belum ada, tapi bagaimana saya bisa menjalani kehidupan dengan seseorang? Namun tetap sama saja bukan? Orangnya belum ada. Di mana akan saya temukan?

Semarang, 20 Agustus 2022

Tulisan ini sudah lama. Tanggal di atas adalah tanggal pertama kali ditulis dan terakhir diedit. Aku belum menulis yang baru, jadi hari ini mari terbitkan salah satu tulisanku yang ada di drive simpanan.

Salam hangat,

Yayan Dwi Krisdiantoro

Semarang, 4 Juni 2023