Kepalaku terasa lebih berat dari biasanya. Rasanya, tengkukku juga hangat dan tebal. Leherku sedikit pegal-pegal. Sesekali mulutku terbatuk-batuk, ringan tidak berdahak. Tenggorokanku meradang, rasanya benci meminum air putih, tapi benci juga memakan tumis-tumis, goreng-goreng, dan hal-hal di kepala.
Aku hanya ingin tidur. Seperti hari-hari sebelumnya yang kini aku sesalkan: tidur lebih awal. Kalaupun aku tidur sekarang, paling-paling hanya akan menyesal saja besok. Aku sudah terbiasa menyesal. Seharusnya tidak masalah menyesal satu dua kali lagi.
Telingaku rasanya sedikit panas. Mataku juga hangat. Tidak berkunang-kunang atau menguning, tapi malas mendongak atau melihat lampu. Pusing.
Jidatku hangat, pun berkeringat. Selain demam dari dalam, di luar juga panas menyebalkan. Mungkin makan pisang akan membantu meredakan tenggorokan. Aku punya dua pisang, satu yang kemarin tidak kumakan, satu yang hari ini kudapatkan.
Meski rasanya punngungku ingin rebahan, tapi aku akan tahan untuk kali ini. Aku akan berusaha menata lagi.
Tulisan-tulisan berantakan.
Rencana-rencana berantakan.
Hal-hal yang berserakan.
Perasaan yang tak karuan.
Pikiran yang lebih buncah.
Kepala yang rasanya mau pecah.
Batuk yang kalau sudah batuk, tak sudah sudah.
Ada banyak, tapi tak bisa disampaikan.
Karena bukan hal yang pantas untuk disampaikan.
Setidaknya menurutku.
Karena hal-hal itu tentangku.
Akulah yang menentukan.
Dan karena itulah aku sendiri berantakan. Aku ingin menata tapi diriku sendiri terpecah di mana-mana. Aku yang satu dan pikiranku yang tak mau bersatu. Perasaan-perasaanku yang tak mau tau. Namun keadaan-keadaan berbeda bersama-sama menuntutku.
Aku membayangkan bagaimana kalau aku mati. Namun ternyata akan lebih banyak hal merepotkan yang akan terjadi.
Bahkan aku tak mau mati.
Rasanya “hidup segan mati tak mau” benar-benar sedang aku rasakan.
Sebegitu rumitnya hidup. Lalu hati dan kepala semakin memperumitnya.
Semarang, 29 Mei 2024
kyd.