"Buncah" adalah puisi yang menggambarkan momen penuh keindahan dan keajaiban ketika melihat seseorang yang istimewa. Ditulis oleh Yayan Deka di Semarang pada 2 November 2023, puisi ini menangkap perasaan yang mendalam dan sederhana melalui gambaran visual yang kuat. Dalam karya ini, penulis menggunakan elemen cahaya dan warna untuk menyampaikan emosi yang berkaitan dengan cinta dan keindahan.
Puisi: Buncah
Di antara langit dan wajahmu
Sebilah cahaya jatuh
Di pipi
Sebulir air menggantung
Hampir menetes
Hanya aku yang melihat
Pelangi mata berkaca
Senyum kerucut di sudut bibir
Dan seteguk liur yang kau telan
Ah, buncahnya
Semarang, 2 November 2023
Analisis Puisi
Puisi "Buncah" menggambarkan momen intim yang dihadapi penulis ketika melihat wajah seseorang yang memiliki arti khusus. Dalam bait pertama, "Di antara langit dan wajahmu," penulis menciptakan gambaran visual yang menawan, seolah menghubungkan langit dan individu tersebut. Ini memberikan nuansa spiritual dan magis terhadap momen tersebut.
Cahaya: Penulis menggunakan cahaya sebagai simbol dari keindahan dan kehidupan. "Sebilah cahaya jatuh di pipi" menunjukkan keindahan yang memancar dari wajah orang tersebut, menciptakan suasana hangat dan mendamaikan. Ini juga menggambarkan bagaimana satu cahaya bisa membuat seluruh wajah bersinar.
Air menggantung: "Sebulir air menggantung, hampir menetes," menggambarkan momen haru dan ketegangan emosional. Air yang menggantung bisa menjadi simbol dari perasaan yang belum terungkap, menunggu saat yang tepat untuk dilepaskan, menciptakan harapan dan ketegangan di dalam puisi.
Pelangi mata: Frasa "Pelangi mata berkaca" adalah simbol keindahan dan kedalaman emosi. Ini menunjukkan bahwa mata orang tersebut memiliki nuansa yang beragam, mengindikasikan kompleksitas perasaan yang dapat dialami seseorang.
Senyum dan liur: "Senyum kerucut di sudut bibir" menambah elemen ceria pada momen ini, sementara "seteguk liur yang kau telan" menunjukkan keintiman dan kesadaran terhadap setiap gerakan kecil dari orang yang dicintai.
Refleksi
Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keindahan dari momen-momen kecil dalam kehidupan yang sering kali terlewatkan. "Ah, buncahnya," menandakan perasaan luar biasa yang datang dari pengalaman ini, seperti gelembung emosi yang penuh warna. Pembaca diundang untuk menghargai keindahan yang ada di sekitar mereka, dan mungkin mengingat kembali momen-momen serupa dalam kehidupan mereka sendiri.