Mungkin aku salah menerjemahkan perasaan

April 07, 2023
jendela kamar

Kadang, rasanya, kebiasaan menuliskan perasaan membuatku sok tau dengan suatu perasaan. Membuatku mengandai-andai sebenarnya apa yang sedang aku rasakan. Benarkah penggambaran yang aku tuliskan adalah hal yang tepat untuk apa yang sedang aku rasakan?

Kau tau, dia pernah mengungkapkan perasaannya padaku.

Katanya, “Aku menyukaimu.”

Ah, kau bertanya aku bereaksi seperti apa? Belum. Aku rasa jawabanku masih omong kosong lainnya. Jadi memang belum ada jawaban.

Padahal dia juga bertanya apakah aku menyukainya.

Aku rasa bisa saja aku menjawab dengan apa yang diharapkannya. Namun, aku tidak bisa memainkan perasaannya bukan. Bukankah butuh keberanian untuk mengatakan perasaanmu kepada orang lain? Apalagi untuk orang yang kau sukai. Karena sebelum dia mengatakannya, aku mulai menyadari perasaannya padaku. Hanya saja, aku masih mengharap semoga dia tak mengatakannya lebih dulu. Karena aku belum punya jawaban yang bisa diberikan.

Kau tau, perasaan seseorang biasanya akan berubah setelah mencapai puncaknya.

Ah, kau ingat curhatanku waktu itu ya?

Benar. Dulu, aku pernah mengatakannya padamu. Orang itu, itu dia. Mungkin sekarang kau bisa sedikit mengenalku. Menggabungkan kepingan puzzle tentangku yang pernah aku berikan satu persatu tanpa clue. Dulu itu hanya sepotong puzzle sebagai curhatan lalu, kini kau jadi punya beberapa yang bisa disatukan.

Aku hampir terharu bahwa kau masih mengingat curhatan waktu itu.

Benar kata orang. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Semua penggambaran perasaan yang aku tuliskan telah abadi. Lama-lama, mungkin kau akan lebih tau diriku ketimbang diriku sendiri. Bahkan mulai dari diriku yang pertama mengenalmu hingga ini, saat kau sudah tau begitu banyak tentangku. Kalu kau tiba-tiba mengkhianatiku, mungkin saat itu aku akan benar-benar kalah. Kau punya semua kartuku.

Namun sebenarnya, aku sendiri ingin bertanya padamu.

“Bukankah kau hanya tau apa yang aku gambarkan dalam tulisan? Bahkan aku tak pernah menuliskannya dengan gamblang. Dan sekarang ini, aku bahkan ragu dengan penggambaran yang pernah aku katakan. Apakah aku benar-benar menerjemahkan perasaan dengan benar?”

Ternyata berurusan dengan logika memang lebih mudah. Serumit apapun persoalannya, logika akan menjadi jelas jika dijabarkan dengan baik. Dengan syarat, masalah itu harus dijabarkan secara rinci dan mulai menyelesaikannya dari hal paling kecil. Hal-hal kecil akan lebih mudah dipelajari. Dan ketika semua hal kecil sudah selesai dipelajari, bahkan hal rumit bisa disederhanakan dengan istilah yang akan aku pahami untukku sendiri. Meski mungkin akan lama, tapi pasti akan selesai juga.

Sangat berbeda dengan perasaan. Berurusan dengan perasaan adalah hal abstrak yang sangat tidak jelas bentuk dan ukuran satuannya. Melihatmu tersenyum, sepertinya kau setuju.

Barangkali kau sedang membenarkan dengan membayangkan kalimat penguatan. Namun berhentilah, biar aku saja yang merakit kata. Kau cukup membaca.

Perasaan memang bukan untuk dipahami, hanya perlu dirasakan, seperti makna harfiahnya. Untuk memahami, kau butuh logika. Sedang untuk menyadari, kau butuh perasaan. Menggunakan keduanya secara bersamaan adalah bentuk keseimbangan untuk menyusuri ketidakjelasan dalam kehidupan.

Kehidupan memang harus dinikmati, bukan? Jangan terlalu serius dengan hanya mengandalkan logika. Namun jangan terlalu perasa hanya dengan mengedepankan perasaan saja. Jalani saja dengan porsi secukupnya. Menjadi terkendali dengan memberikan kontrol diri.

Dengan ini, kau mulai paham kan, mengapa aku menanyakan padamu, “Apakah aku telah benar menerjemahkan perasaan?”

Karena apa yang aku tuliskan adalah yang aku pikirkan. Buah dari logika. Namun yang aku pikirkan adalah perasaan. Hal abstrak yang tidak bisa dijelaskan dengan logika.

Jangan tersenyum. Aku sudahi, ya.

Salam hangat,

Yayan Dwi Krisdiantoro

Kadang berpikir hanya membuatmu diam di tempat. Kadang menjadi perasa hanya membuatmu tak terkendali. Dan kadang, hal yang kau percaya ternyata tak lain hanya sekadar secuil debu yang tak bisa dibandingkan dengan besarnya galaksi dan alam semesta. Terserah kau memandangnya dari mana.

#ydkrisdiantoro