Menunggu 

April 05, 2023
punggung orang melihat sunset

“Pernahkah kau bayangkan jika Ibu Malin Kundang menyesal telah mengutuk anaknya menjadi batu? Akankah ia menunggu hilangnya kutukan itu?”

Menunggu adalah hal yang tidak bisa aku lakukan. Kau masih tanya kenapa? Bukankah sudah jelas? Karena menunggu artinya tidak melakukan apa-apa. Pasif. Sama-sekali tidak melakukan apa-apa yang akan mempercepat perjumpaan dengan hal yang ditunggu.

Kalau kau sudah menunggu, artinya kau hanya bisa pasrah dengan apapun yang terjadi nantinya.

Makanya, jika mulai menunggu akan sesuatu, aku akan bersiap. Menyiapkan hati bahwa mungkin apa yang ditunggu takkan pernah sampai padaku. Namun kadang tak semudah itu!

Kau tau… saat kau merasa harus menunggu, tentu hal itu adalah sesuatu yang layak untuk ditunggu. Atau setidaknya sesuatu yang tak ingin kau jadikan sia-sia dengan begitu saja melepaskannya. Namun saat itu juga, aku tak lagi punya kendali atas diriku. Atas perasaanku yang mulai berharap. Atas segala hal yang seharusnya tidak perlu aku khawatirkan jika tak menunggu.

Meski sudah bersiap, harapan yang patah tetap menyakitkan meski telah berkali-kali dirasakan.

Biasanya kau harus menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi setelah tindakanmu. Berharap kenyataan berpihak padamu. Menjauhkan dari galat atas sesuatu yang telah kau putuskan.

Di titik ini, aku jadi bertanya-tanya.

Apakah ibu Malin Kundang menyesal telah mengutuk anaknya menjadi batu?

Aku tidak sedang memihak Malin Kundang yang durhaka. Justru sudut pandang yang ingin aku tau adalah perasaan ibu Malin.

Bagaimanapun juga, pertemuan anak-ibu itu bukankah hanya sebentar? Bukankah selama ini ibu Malin begitu merindukan anaknya? Namun saat bertemu, ia justru mengutuk anaknya. Aku penasaran, tidakkah ia menyesal?

Menurutmu bagaimana?

Apakah ibu Malin akan menunggu kutukan anaknya terangkat? Sampai kapan? Apakah perasaan menyesal atas tindakan yang telah dilakukan akan tetap ada? Sampai kapan kiranya?

Kau tau, kita cenderung melupakan sesuatu setelah ditemani waktu yang lama merasakan banyak hal lainnya. Kecewamu tentang satu hal mungkin akan terlupakan. Karena barangkali kau akan kecewa lebih dalam pada hal lainnya. Kecewa-kecewa yang menumpuk. Entah mana yang akan kau ingat paling lama. Namun jika sudah menumpuk banyak, tentu akan ada yang hilang begitu saja.

Itu baru satu perasaan: kecewa. Sementara di dunia, kau tau sendiri, ada begitu banyak perasaan yang layak untuk dirasakan.

Perasaan-perasaan berbeda akan menumpuk. Mana yang akan tetap bertahan dan mana yang akan tenggelam, kau sendiri bahkan tidak bisa menjamin. Mungkin kita hanya bisa menunggu, melihat dan menyaksikan sendiri apa yang akan terjadi.

Mungkin, kita memang perlu untuk tidak melakukan apa-apa dan hanya menunggu saja. Pasrah dan menikmati perasaan yang akan datang. Bukan menyerah, melainkan untuk melihat, apakah perasaan ini benar nyata atau hanya pelipur untuk perasaan yang lebih kuat lainnya.

Mari kita tunggu saja.

Salam,

Yayan Dwi Krisdiantoro

#ydkrisdiantoro