Hubungan dan Sebuah Nama

Maret 24, 2023


Hubungan itu dua arah. Secara harfiah, selalu ada dua hal, termasuk sudut pandang.

kapal di laut
Photo by Johannes Plenio on Unsplash

Jadi... kenapa tidak kita gunakan hal-hal legasi kata itu? Kamu beri nama untuk hubungan ini dari kamu dan begitu juga aku.

Dua hal yang bisa bermimikri jadi apa saja... tergantung dari sudut pandangnya.

Untuk sekarang, aku belum bisa menyebut hubungan ini sebagai Pasangan Hidup, karena itu bukan hal mudah. Ada tanggung jawab besar yang harus aku tambahkan di pundak. Meresmikan dan menjalaninya bahkan jauh lebih susah. Sulit untuk dibayangkan sekarang.

Aku tidak tau kalau ini akan menyakitimu. Namun untukku, aku ingin hubungan kita jadi teman, yang saling ada baik sedih maupun senang.

Aku ingin hubungan kita jadi sepasang kakak adik. Meski kau lebih tua sedikit, biarkan aku yang jadi kakaknya. Biar aku menemani dan menjadi kakak yang bisa kau andalkan. Aku ingin serba bisa dan serba ada. Namun untuk sekarang, ada begitu banyak hal yang mengganggu, yang harus aku selesaikan lebih dulu.

Suatu saat, aku ingin menjadi anak kecil dan kau ibunya. Aku ingin menyandar, berkeluh kesah, dan menangis di pelukanmu. Mencurahkan segala hal, meluapkan emosi yang menumpuk, dan merengek pada orang yang kupercaya. Yang akan mengusap-usap kepalaku, tersenyum dan mendengarkan segala gerutu.

Suatu saat, aku juga ingin hubungan ini menjadi seperti ayah dan anak perempuannya. Aku ingin melindungimu dari segala ancaman. Bertindak seperti ayah yang bisa diandalkan. Yang akan berdiri di barisan terdepan untuk membela anak perempuannya. Menyediakan pundak untuk segala keresahan anaknya. Baik perasaan atau materi, aku harus bisa memenuhi semua. Seperti semua ayah yang menyayangi anak perempuannya.

Namun suatu saat, aku mungkin akan kalap pada diriku sendiri. Bagaimana jika hal itu justru melukaimu? Bagaimana jika hal manis yang aku bayangkan malah berubah tragis di luar dugaan? Bagaimana jika ini semua hanya kata-kata luar biasa dari seorang politikus yang berebut kursi saja? Sesaat menyenangkan, lupa kemudian.

Aku tidak bisa membayangkan hal-hal tidak menyenangkan itu terjadi.

Yang aku ragu bukan nama hubungannya, tapi tanggung jawabnya. Atau hal ini begitu mengganggumu? Jika iya, mungkin aku telah menyakitimu. Apakah kita akan tetap menjadi orang yang sama?

Semoga kau masih ingat apa yang aku katakan sebelumnya, "Entah kau akan muak dan menyudahi semuanya, atau kau berhasil menyamai irama hidupku ini. Karena aku akan tetap sama. Aku tak pernah rela meninggalkan apa yang telah kumulai."

Meski kadang jadi seperti pungguk yang merindukan bulan. Hendak merengkuh gunung, tapi apa daya tangan tak sampai. Maunya sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, tapi ternyata perahu yang aku dayung berlubang. Ada ombak besar, milyaran spesies di bawah lautan, dan barangkali gumpalan karang yang tak kelihatan sampai permukaan.

Aku ingin berlayar dengan nyaman. Setelah perahuku siap. Namun pembuatan perahu mungkin akan memakan waktu lama. Bagaimana jika ada yang menawarimu tumpangan sebelum perahuku selesai? Kadang menakutkan, tapi aku tak bisa membawamu menyeberangi lautan dengan berbagai variabel yang tak jelas nantinya. Pembuatan perahu yang terburu-buru tak menjamin akan kuat menghadapi ombak besar. Aku tak mau sudah susah membangun, hanya karena ingin lebih cepat, mengurangi kualitas dan karam di tengah lautan.

Kau tau, aku tidak bisa berenang!

Sekian. Salam hangat,
Yayan Dwi Krisdiantoro