SAMPAI JADI KENANGAN BERULANG

Mei 01, 2019

loop

Kenangan, jadi, sampai, berulang. Kalau bicara soal kenang boleh jadi kenang-kenangan atau kunang-kunang atau kinang atau kenyang. Ah, ketidakjelasan lagi yang kusampaikan. Kenyataan memang lebih sering tidak jelas, tidak kasat, dan lebih banyak yang tidak suka kenyataan. Yang terlihat juga lebih sering bukan kenyataan dan orang menyukainya. Jangan menolak, kau juga begitu kan?

Kami sampai di wilayah candi Gedong Songo. Makrab ke-2 kalinya, Screenshot Ilmu Komputer Universitas Negeri Semarang. Wah, aku terlalu frontal menyebutkannya. Namun apalah arti, aku tak ada maksud selain menyebut. Yah, menyebut.

Makrab tahun lalu juga di sini, membuatku bernostalgia. Hanya saja penginapannya berbeda, suhu masih sama: dingin, dan acara tetap sama: sama-sama tidak jelasnya--hanya pandanganku, jangan jadi baper. Aku bertanya-tanya, adakah sebuah keluarga harus begitu? Keluargaku tidak begitu, apakah keluargaku bukan keluargaku? Ah, kalimat macam apa itu?!

Ah, kau bingung, ya? Itu soal salah satu acara di makrab yang tidak aku suka. Aku hanya tidak suka, itu saja. Jangan tanyakan lebih lanjut kenapa. Aku sendiri mempertanyakan, jika memang banyak yang suka, kenapa aku tidak? Atau akulah yang sebenarnya bermasalah? Dan kenapa tiba-tiba mempermasalahlan aku yang seperti ini? Lupakan...

Seperti kataku, makrab kali ini membuatku banyak bernostalgia. Menaiki jalanan menaik, melewati jalur kuda, melihat tumpukan batu, dan sebuah kenyataan: bahwa selama ini aku dibohongi akan nama Candi Gedong Songo yang hanya bisa kulihat lima saja. Aku tidak hendak mempelajari lebih lanjut, ini adalah kalimat orang bodoh yang tidak tahu apa apa soal sejarah dan asal mulanya.

Esok paginya saja yang aku suka, menaiki bukit melihat sunrise dengan suhu dingin nan lembab. Waktu itu aku hanya berdua dengan temanku, yang lain masih menikmati mimpi atau barangkali hanya mengharap bermimpi di cuaca begitu dingin. Aku ingin menyisipkan beberapa foro agar kau percaya, tapi sepertinya lain waktu aku edit saja karena fotonya tidak kupunya--ada di hp temanku itu.

Sunrise waktu itu benar-benar aku rindukan, membawaku pada kenangan, pertanyaan, kenyataan, dan kesedihan. Entahlah, memang kenangan itu lebih banyak membuat menitiknya air mata. Meski kenangan menyenangkan sekalipun, saat teringat bisa sangat menyedihkan. Kau pernah merasakan yang begitu?

Semakin aku tatap lama mentari pagi itu, semakin aku merasa kecil dan tidak bisa apa-apa. Semakin banyak tracking ke masa lalu akan apa saja yang kulakukan. Terbesit pula bayangan masa depan yang abu-abu masih tak jelas akan seperti apa. Hingga akhirnya aku harus tersadar, mentari mulai tinggi. Pikiranku tertambat. Waktu terus melintas.

Memang tidak akan jadi apa-apa kalau hanya memikirkannya saja.

Yayan Deka