[Menulis Cerpen] Sunting Tulisan untuk Perbaikan

Januari 06, 2019
menulis cerpen 7
Original Image: Pixabay

Jangan terlalu banyak membaca tulisan kita sebelum selesai. Artinya, lakukanlah editing atau penyuntingan setelah masa menulis kita selesai. Tahu kenapa? Karena memikirkan tentang penyuntingan hanya akan menghambat pikiran kita, lebih tepatnya aliran imajinasi kita akan terganggu dengan berbagai aturan-aturan penulisan yang memusingkan. Maka, lakukan hal ini setelah naskah kita jadi. Ingat! Setelah jadi.

Mengapa menyunting penting?

Pernahkah kita membuat kesalahan? Saya jawab dengan pasti: iya. Siapa sih manusia yang tidak pernah bersalah? Meskipun dalam sebuah karya tidaklah mengenal benar salah, apalagi karya fiksi--bebas merdeka pokoknya.

Namun, tulisan kita yang baru jadi kadang masih terlalu berantakan, baik tanda atau keefektivan kalimatnya. Menjadi sulit dimengerti, atau bahkan berbelit-belit dan membingungkan pembaca. Disaat itulah, penyuntingan menjadi hal yang sangat penting.

Apa yang harus disunting?

Banyak hal. Sebelum itu, kita sebaiknya melakukan beberapa tahapan dalam penyuntingan menurut versi saya. Ya, semua hal di blog ini, tips dan saran semuanya berdasar apa yang saya alami sendiri. Memang saya masih belajar, belum profesional. Dan karena itulah, saya menuliskannya di blog ini, agar saya bisa membukanya lagi kalau saya lupa. Alih-alih untuk catatan pribadi, juga semoga bermanfaat bagi yang mengalami keadaan serupa. Kan?

Jadi, apa saja langkah-langkah dalam menyunting?
  1. MEMBACA. Pertama dan paling penting ya membaca tulisan kita. Kalau saran saya, lebih baik kita membaca keseluruhan dulu tulisan kita. Jangan baru membaca satu paragraf, kemudian kita langsung menyuntingnya: baik isi cerita ataupun teknis penulisan. Saran saya, jangan.

    Bacalah dulu keseluruhan. Setelah itu, barulah kita akan sadari, apakah sudah sesuai ekspektasi. Apakah ada bagian yang terlalu melebar? Apakah konfliknya terlalu singkat atau terlalu banyak bagian intro di awal? Pertimbangkan bobot isi cerita yang kita buat itu, baik cerpen maupun novel. Sama saja.

  2. PERHATIKAN ISI. Jangan langsung beralih ke teknis penulisan atau ejaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dulu. Pertimbangkan, apakah isi cerita kita telah sesuai harapan? Perbaikilah jika masih dikira ada kejadian yang belum matching atau terasa terlalu membosankan. Gunakan imajinasi lagi. Jika sudah, beralih ke bawah.

  3. PERBAIKI EJAAN. Baik bahasa resmi, maupun bahasa sehari-hari, ejaan tetaplah sama. Selengkapnya tentang ejaan yang sering digunakan di cerpen maupun novel, nanti akan dibahas dalam postingan tersendiri. Yang pertama diperhatikan tentang ini adalah tanda baca. Perhatikan tanda baca yang kita gunakan. Apakah sudah sesuai? Apakah pemenggalannya sudah benar dan enak untuk dibaca? Apakah penempatan tanda ekspresif sudah tepat? Yang begitu-begitulah.

    Kalau tanda baca sudah maka coba perhatikan kalimatnya. Apakah sudah nyaman dibaca? jika belum, mungkin kalimatnya terlalu berbelit-belit atau terlalu panjang sehingga sulit dimengerti.

    Hilangkan pemikiran semakin sulit dimengerti, maka tulisan kita semakin berbobot. Tidak. Berbeda. Dan sebaiknya perhatikan juga, untuk siapa tulisan kita dibuat? Jika untuk umum dalam usia tertentu atau semua kalangan, dengan berbagai latar pendidikan dan disiplin ilmu yang berbeda-beda, tulisan yang terlalu sulit dimengerti justru tidak akan menarik. Apalagi jika itu adalah cerpen. Sudah pendek, sulit dimengerti, lebih baik baca puisi sekalian!

    Namun untuk novel mungkin akan sedikit berbeda, karena saya meyakini, setiap jenis tulisan akan selalu ada pembaca setianya. Tetap saja, rekomendasi saya, pakailah kalimat yang mudah dimengerti, jangan berbeli-belit. Agar perasaan kita juga tersampaikan dengan mudah ke kepala pembaca. begitu?

  4. ENDAPKAN. Tulisan yang baru saja selesai diedit atau disunting, sebaiknya dibiarkan saja. Diamkan, jangan diapa-apakan. Jangan dibaca. Cukup biarkan, lupakan lebih baik. Dalam jangka waktu tertentu, nanti dibaca lagi. Ulangi langkah yang sama dari awal lagi. Nanti perasaan kita sudah berbeda. Kita bisa menyunting tulisan kita dengan lebih tega dan obyektif. Selengkapnya akan saya bahas di postongan tersendiri ya tentang pengendapan ini.
Begitulah usaha kita untuk melakukan penyuntingan demi perbaikan pada tulisan kita.
Semakin sering kita menulis, semakin sering kita menyuntingnya, lama-lama, tulisan kita tidak lagi perlu untuk disunting. Secara otomatis tulisan kita mengalir dengan kesesuaian pada ejaan, kalimat efektif, dan lain sebagainya.
Yakinlah. Seperti kata bang Tere Liye, cara untuk menulis yang baik dan enak dibaca, ya ditulis tulis saja--seringlah menulis. Macam memasak. Orang baru memasak masih melihat resep, lama-lama tidak perlu resep. Tidak perlu ukuran takar, hanya dengan perasaan kita tahu bagaimana membuat itu jadi nikmat. Kalau dalam kehidupan, berpengalaman namanya. Kiat-kiat akan bangkit sendiri, dengan cara sendiri.

Maka dari itu, setiap penulis memiliki ciri khasnya masing-masing.
Sebagai penulis pemula, kita bak anak kecil yang sedang mencari jati diri.
Tidak masalah jika di awal awal kita sedikit menirukan cara menulis penulis ini atau itu. Itu bagian dari pembelajaran dan penemuan jati diri.
Suatu saat datang waktunya kita temukan jati diri tulisan kita. Dan disaat itu, teori tidak lagi penting. Percayalah.

Sekian. Semoga bermanfaat. Jangan sungkan untuk bertanya atau sharing-sharing di kolom komentar.
Salam,
Admin kyd.