[Menulis Cerpen] Penting Sebelum Menulis

Desember 14, 2018
menulis cerpen 2
Original Image: Pixabay

"Ide adalah tanah tempat bangunan didirikan." 

Hal utama untuk belajar menulis cerpen adalah ide utama. Dapat berupa sebuah peristiwa atau sebuah amanat yang ingin disampaikan. Kenapa hanya 'sebuah' yang saya katakan? Karena ditilik dari namanya sendiri, cer-pen atau cerita pendek. Jelas sekali bahwa cerita tersebut tidak mengandung banyak peristiwa, tidak memiliki banyak tokoh, tidak banyak amanat, tidak ditulis (umumnya) lebih dari 10 halaman A4. Biasanya, di media-media (seperti koran dan majalah) cerpen yang dimuat hanya kisaran 1000 kata saja. Sudah terjawab kenapa hanya sebuah peristiwa saja?

"Menyampaikan sedikit tapi dalam."

Dalam tulisan yang sedikit, jika disampaikan terlalu banyak peristiwa, amanat, atau tokoh, justru apa yang ingin disampaikan jadi kurang mantap. Bahasa lainnya mengambang, tidak 'ngena'. Jadi, dalam menulis cerpen, fokuskan pada satu tema, satu amanat, satu dua tokoh, dan sebuah konflik yang paling hebat. Dengan begitu, akan tercipta cerpen yang ringan dibaca tapi berbobot.

"Lalu, bagaimana jika ada ide, tapi tidak bisamenuliskannya?"

Jika pertanyaannya semacam itu, saya akan katakan, "sejak kapan kita mulai bisa menulis? sudah berapa banyak tangan kita menoreh tulisan? Hanya menuangkan yang di pikiran, masa sih nggak bisa? Atau hanya tidak mau mencoba saja?" Hayooo... jangan cengar cengir. Yang mana? Tidak bisa menulis, atau tidak mau mencoba, atau malah takut mencoba? Jawab sendiri sendiri saja ya. Coba tanyakan pada diri sendiri. 

"Sudah mencoba, tapi tiba-tiba saja kena "writer's block" sebelum selesai satu paragraf. Bagaimana, dong?" 

Ah, itu sih cuma mitos saja. Kalau sudah ada tema dan bayangan di pikiran. Tinggal menulis saja, tapi tiba-tiba terasa sulit, itu bukan writer's block. Begini, saya beri pengalaman. Kadang, saat sudah ada ide tapi kita tidak bisa menuliskannya, cobalah untuk mengamati tulisan kita. Lihat. Rasakan saat kita menulis. Apakah sudah enjoy? Atau malah terasa berat karena setiap kalimat yang dibuat terlihat jelek? 

"Lebih baik jelek tapi selesai ketimbang terus berpikir untuk bagus tapi tidak selesai-selesai."

Nah, biasanya untuk yang baru menulis, termasuk saya, itu terlalu memperhatikan setiap kalimat yang kita tuliskan. Padahal, tujuan utama menulis adalah selesai. Kalau tips dari saya, intinya menulislah dulu sampai semua ide tertuang. Jangan pedulikan kalimat jelek kita.

Jangan dipikirkan tentang kata-kata kita yang monoton. Jangan dulu terlalu peduli atau keseringan dibaca apa yang baru saja ditulis. Misal saja, baru selesai menulis satu paragraf, langsung dibaca dari awal. Nambah satu paragraf, dibaca dari awal lagi. Jangan! Jangan terlalu sering dibaca ulang! 

Nanti hasilnya jelek, amburadul, gimana? Ingat. Jelek itu kata sifat. Mungkin jelek menurut kita, tapi pandangan orang lain berbeda-beda. Apalagi jika itu adalah tulisan pertama kita. Ayolah! Jangan berkecil hati. Tidak ada yang instan.

Jika ada yang dari tulisan pertamanya saja langsung bagus, pasti banyak faktor yang mempengaruhinya. Jangan risau. Kemampuan menulis akan berkembang dengan sendirinya jika kita rajin berlatih. Lagipula, dalam menulis kita mengenal tiga tahapan penting. Apa saja tiga tahapan penting dalam menghasilkan karya tulis (condong ke fiksi)? Ini saya dapat ilmunya dari penulis penulis pro,

"Tiga tahapan penting dalam menulis."
  • Menulis
  • Mengendap
  • Menyunting atau Mengedit
Jadi, jika diibaratkan orang hamil. Tahapan awal adalah penghamilan pertama saat terbentuknya ide dan jalan cerita di dalam pikiran. Selanjutnya kelahiran pertama, adalah tahap penulisan ide yang ada di kepala. Apa adanya, mengalir dari kepala tanpa editing sebelum selesai menulis. Ketiga adalah penghamilan yang kedua, tulisan yang sudah selesai dibiarkan mengendap.

Artinya apa? Kita tinggalkan saja, barang satu-dua minggu, satu bulan, atau sampai kita lupa juga boleh. Untuk apa? Agar disaat kita baca lagi nanti tulisan kita, cara baca kita bukan lagi sebagai seorang penulis cerita tersebut, melainkan sebagai pembaca yang seolah oleh tidak tahu apa-apa tentang cerita itu. 

"Hamil-Lahir, Hamil-Lahir."

Nah, tahapan penghamilan kedua berguna untuk tahapan selanjutnya yaitu kelahiran yang kedua, menyunting naskah cerita. Jika kita menyunting tepat setelah selesai menulis, biasanya ada rasa tidak tega untuk kita mengedit atau bahkan membuang banyak sebagian tulisan kita yang sebenarnya tidak begitu penting atau bahkan kurang mendukung dalam cerita kita. Berbeda ketika setelah diendapkan, kita membacanya dengan mengenakan mantel pembaca, bukan penulis. Kekurangan dari tulisan akan terlihat lebih jelas dan kita akan lebih mudah dalam mengedit naskah kita itu. 
Sudah ada gambaran bukan? Semoga bermanfaat sebagai pengantar belajar menulis cerpen ini.
Salam, Admin kyd