Satu demi satu mulai menumpuk, dan kenyataan semakin berlapis dan tebal. Aku berpijak di bibir lapis pertama, hendak melompat ke lapis dua dan seterusnya, tapi belum bergerak juga. Aku menengadah, mencerap lapis kedua yang sejengkal jauhnya dari kepalaku. Bagaimana caraku naik?
Aku tertawa kecil. Bagaimana bisa aku naik kalau hanya berdiri diam, kelu, dan banyak berpikir? Ragu takkan membuat waktu berbaik hati menerbangkanku ke lapis atas, benarkan?
Semarang, 18 Agustus 2018
Yayan Deka
Yayan Deka